Kronologi Singkat
Di hari libur Pilkada tanggal 8 Februari 2017 lalu, saya kena tilang di Bunderan HI, Jakarta Pusat.
Saya keluar dari mall Grand Indonesia (lewat jalan yang ada 7eleven itu) dan menuju ke Bunderan HI karena mau putar balik ke arah Semanggi.
Ternyata, walaupun gak ada rambu dilarang putar balik, kita gak boleh langsung putar balik di depan Mandarin Oriental Hotel itu kalau kita berasal dari jalur 1 (jalur paling kiri) karena disitu ada garis jalan tidak terputus (yang artinya gak boleh dilangkahin). Solusinya, kita harus berputar mengitari bunderan HI kalau mau putar balik.
Dan di hari tenang tentram damai itu akhirnya saya kena tilang.
Karena lagi sama teman dan malas argumen, akhirnya saya nurut saja. Padahal kalau mau dibantah, banyak orang melewati garis jalan tidak terputus dari jalur 3 menuju jalur 1 karena mau masuk mall dan gak kena tilang. Waktu saya bilang begitu, polisi hanya bilang "Ya masa saya jaga di tengah jalan. Nanti saya ketabrak dong hehehe,"
WTF...
Dan saya pun belum pernah lihat rambu lalu lintas yang menyatakan "Dilarang melewati garis lalu putar balik". Gimana coba gambarnya?
Long story short, saya dikasih surat tilang biru.
Pak polisi sambil cengengesan bilang bahwa e-tilang lagi error, jadi pakai surat tilang biasa.
Tanpa kecurigaan apapun, saya menerima surat tilang biru.
Jadi, surat tilang itu terbagi jadi dua.
Yaitu surat tilang merah (artinya kita tidak mengakui kesalahan) dan surat tilang biru (artinya kita mengakui kesalahan).
Dulu pernah baca di FB bahwa kalau ditilang sebaiknya minta surat tilang biru saja, tinggal bayar denda yang gak mahal dan gak seribet surat tilang merah yang harus sidang.
"Berapa dendanya pak?" tanyaku penasaran
"Menurut undang-undang (lupa nomor berapa), melanggar rambu berarti Rp500.000,- (dia gak sebut maksimal)"
Alamak... mahal kali
Pak polisi bilang, kalau gak setuju dengan besaran denda, harus ikut sidang pada tanggal yang ditulis di surat tilang. In my case, it was March 24th.
Malam sebelum hari sidang, saya penasaran dan googling tentang surat tilang biru. Banyak yang bilang bahwa prosesnya ternyata lebih ribet. Karena harus bayar denda maksimal dulu ke bank BRI, ambil barang bukti yang disita (SIM atau STNK), ikut sidang, lalu minta uang kembali ke bank BRI lagi. Sedangkan untuk surat tilang merah, dikatakan bahwa besaran denda baru akan ditentukan di pengadilan. Jadi tidak perlu bayar apa-apa dulu.
Dan di surat tilang ditulis bahwa harus membayar denda maksimal itu paling lambat 3 (tiga) hari sebelum hari sidang.
Uwow.. Panik. Saya belum bayar apapun.
Pada hari sidang, saya berhalangan hadir karena ada meeting di kantor. Setelah meeting, dengan cukup was-was saya coba hubungi Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat untuk minta informasi kalau terlambat bayar. Nobody picked up the phone. Kenapa Kejaksaan Negeri? Karena kata teman, sebaiknya langsung urus di Kejaksaan karena, setelah disidang di pengadilan, berkas-berkas akan dikasih ke Kejaksaan. Jadi daripada datang ke dua tempat, langsung ke Kejaksaan saja.
Saya coba hubungi Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, akhirnya ada yang angkat telepon. Saya dapat informasi bahwa sekarang sistemnya sudah berbeda. Meskipun dapat surat tilang biru, tidak perlu bayar denda maksimal dulu.
Here's what you need to know.
Pada hari sidang (biasanya hari Jumat) pukul 8 pagi, pengadilan sudah mengumumkan besaran denda yang telah diputuskan lewat website resminya. Kita tidak perlu lagi antri sidang di pengadilan. Untuk kasus saya, website Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah http://pn-jakartapusat.go.id/home
Ada tulisan "info tilang" dan setelah diklik, kita bisa cari file berdasarkan tanggal sidang kita. Ini berlaku untuk surat tilang merah maupun biru.
Setelah mengetahui besaran denda di hari Jumat (denda saya Rp149.000,-), mulai hari Senin selanjutnya (atau hari kerja kapan saja hingga 3 tahun setelah hari sidang) kita tinggal datang ke loket tilang Kejaksaan Negeri untuk bayar denda dan langsung ambil SIM/STNK yang ditahan. Bahkan, tanpa lihat besaran denda di web Pengadilan Negeri pun kita akan diberi tahu besaran denda di loket tilang itu.
Akhirnya saya tinggal membayar denda yang dijatuhkan dan ambil SIM saya. Perjalanan dari kantor saya di Pluit ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat di Kemayoran memakan waktu sekitar 1 jam pulang pergi, sedangkan di loket tilang hanya menunggu 5 menit.
Akhir kata
Walaupun proses tilang sekarang sudah lebih simple, jangan lalai berkendara ya.
Lumayan lho uang denda yang kita bayar itu kan sebenarnya bisa untuk tambahan beli bensin.
Jangan juga kasih sogok atau pakai calo. Udah gak jaman lah. Urus sendiri dong, kan udah gede.
Yang paling penting, harus selalu aware sama keberadaan polisi ya kalo lagi berkendara hahaha.
WASPADALAH! JANGAN SAMPAI DISTOP POLISI!







